Kamis, 27 Oktober 2016
Senin, 10 Oktober 2016
Rabu, 13 April 2016
Sabtu, 16 Januari 2016
BAB HAJI
BAB I Pengertian Haji dan Umrah Serta Keutamaannya
Di dalamnya terdapat delapan pembahasan :
Pembahasan Pertama : Pengertian Haji dan Umrah
Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara
terminologi adalah mengunjungi Baitul Haram dengan amalan
tertentu, pada waktu tertentu.
Adapun umrah secara etimologi adalah berkunjung.
Sedangkan secara terminologi adalah mengunjungi Baitul
Haram dengan amalan tertentu.
Pembahasan Kedua : Keutamaan Haji dan Umrah
Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia,
dengannya seorang hamba akan mendapatkan rahmat dan
berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu
untuk segera melaksanakannya.
Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan
membebaskan diri dari api neraka. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda :
ﺍَﻟْﺤَﺞُّ ﺍﻟْﻤَﺒْﺮُﻭْﺭُ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻪُ ﺟَﺰَﺍﺀٌ ﺍِﻻَّ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“ Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga.
“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat
dan perbutan jelek, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam :
ﻣَﻦْ ﺣَﺞَّ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺮْﻓُﺚْ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻔْﺴُﻖْ ﺭَﺟَﻊَ ﻣِﻦْ ﺫُﻧُﻮْﺑِﻪِ ﻛَﻴَﻮْﻡِ ﻭَﻟَﺪَﺗْﻪُ ﺃُﻣُّﻪُ
“Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan
senggama (diwaktu terlarang) dan tidak berbuat fasiq
(maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti
saat ia dilahirkan oleh ibunya”. (HR Bukhari dan Muslim )
Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di
akhirat, begitu juga bisa menyelamatkan dari kefakiran,
sebagaimana hadist Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
ﺗَﺎﺑِﻌُﻮﺍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻤَﺎ ﻳَﻨْﻔِﻴَﺎﻥِ ﺍﻟْﻔَﻘْﺮَ ﻭَﺍﻟﺬُّﻧُﻮﺏَ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻨْﻔِﻲ ﺍﻟْﻜِﻴﺮُ ﺧَﺒَﺚَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺪِ
“Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus
kefakiran dan dosa sebagaimana api menghilangkan karat dari
besi.” (HR. Tirmidzi )
Seorang muslim jika melaksanakan ibadah haji, maka dia telah
masuk dalam katagori jihad. Sebagaimana yang diriwayatkan
Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah ra bahwa beliau
bertanya Nabi saw :
ﻫَﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻤَﺮْﺃﺓِ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺎﺩٍ , ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻦَّ ﺟِﻬَﺎﺩٌ ﻟَﺎ ﻗِﺘَﺎﻝَ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﺞُّ
“Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : “
Kalian wajib berjihad yang tidak pakai perang, yaitu haji.”
Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi yang sangat
rindu hatinya untuk mengerjakan ibadah haji dengan
membawa bekal, meninggalkan keluarga dan negaranya,
menjadi tamu Allah Yang Maha Pengasih, seraya memakai
ihram, mengucapkan talbiyah, berdiri, berdo’a, berdzikir dan
beribadah.
Pembahasan Ketiga : Kewajiban Haji Dan Umrah Hanya
Sekali Seumur Hidup
Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang
agung dan salah satu rukunnya yang lima. Hal itu
berdasarkan sabda Nabi saw :
ﺑُﻨِﻲَ ﺍْﻹِﺳْﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻤْﺲٍ : ﺷَﻬَﺎﺩَﺓِ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺇِﻗﺎَﻡِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ
ﻭَﺇِﻳْﺘَﺎﺀِ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ﻭَﺻَﻮْﻡِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﻭَﺍﻟْﺤَﺞِّ
“Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha
illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji” ( HR Bukhari
dan Muslim )
Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah
sekali seumur hidup sebagaimana yang diriwayatkan Imam
Muslim dari hadist Abu Hurairah berkata :
ﺧَﻄَﺒَﻨَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻗَﺪْ ﻓَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟْﺤَﺞَّ
ﻓَﺤُﺠُّﻮﺍ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺟُﻞٌ : ﺃَﻛُﻞَّ ﻋَﺎﻡٍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ؟ ﻓَﺴَﻜَﺖَ ﺣَﺘَّﻰ ﻗَﺎﻟَﻬَﺎ ﺛَﻼَﺛًﺎ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻟَﻮْ ﻗُﻠْﺖُ ﻧَﻌَﻢْ ﻟَﻮَﺟَﺒَﺖْ، ﻭَﻟَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ. ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : ﺫَﺭُﻭْﻧِﻲ ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻛْﺘُﻜُﻢْ
ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻫَﻠَﻚَ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ ﺑِﻜَﺜْﺮَﺓِ ﺳُﺆَﺍﻟِﻬِﻢْ ﻭَﺍﺧْﺘِﻼَﻓِﻬِﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧْﺒِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣَﺮْﺗُﻜُﻢْ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ
ﻣِﻨْﻪُ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻧَﻬَﻴْﺘُﻜُﻢْ ﻋَﻦْ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺪَﻋُﻮْﻩُ
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di
hadapan kami, beliau berkata: “Wahai sekalian manusia,
sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka
berhajilah kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun,
ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang tersebut
mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya
akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.”
Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan
kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah
binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan
dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan
sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan
kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari s
esuatu maka tinggalkanlah.”
Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah
umrah sekali dalam hidupnya, Allah swt berfirman :
ﻭَﺃَﺗِﻤُّﻮﺍ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﻟِﻠَّﻪِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena
Allah” (QS. Al Baqarah : 196)
Ibnu Abbas Berkata : Sesungguhnya umrah disebutkan
bersama haji di dalam kitab Allah, oleh karena itu,
sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya
wajib.
Pembahasan Keempat : Syarat-syarat Kewajiban Haji dan
Umrah
Haji diwajibkan kepada :
1. Seorang muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang kafir,
karena haji merupakan bentuk ibadah, sedang ibadah tidak
boleh dilakukan oleh orang kafir, karena tidak sah niatnya
2. Aqil (berakal)
3. Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang
yang kurang waras pikirannya, begitu juga tidak diwajibkan
kepada anak kecil, sebagaimana hadist Ali bin Abi Thalib
bahwa Nabi saw bersabda :
ﺭُﻓِﻊَ ﺍﻟْﻘَﻠَﻢُ ﻋَﻦْ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﻋَﻦْ ﺍﻟﻨَّﺎﺋِﻢِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺴْﺘَﻴْﻘِﻆَ ﻭَﻋَﻦْ ﺍﻟﺼَّﺒﻲِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳﺒﻠﻎ ﻭَﻋَﻦْ ﺍﻟْﻤَﻌْﺘُﻮﻩِ ﺣَﺘَّﻰ
ﻳَﻌْﻘِﻞَ
“Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga
terbangun, anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila (kurang
sehat akalnya) hingga ia berakal” (HR. Ahmad, Abu Daud dan
Nasai)
1. Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai
kemudahan baginya, karena dia sibuk melayani tuannya, dan
karena haji membutuhkan harta sedangkan hamba sahaya
tidak mempunyai harta.
2. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah
swt berfirman :
ﻭَﻟِﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺣِﺞُّ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖِ ﻣَﻦِ ﺍﺳْﺘَﻄَﺎﻉَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺳَﺒِﻴْﻠًﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﻔَﺮَ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻏَﻨِﻲٌّ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam ." (QS. Ali Imran : 97)
Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah,
dia dan walinya akan mendapatkan pahala, sebagaimana di
dalam hadist :
ﻋَﻦْ ﻛُﺮَﻳْﺐٍ ﺃَﻥَّ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﺭَﻓَﻌَﺖْ ﺻَﺒِﻴًّﺎ ﻓَﻘَﺎﻟَﺖْ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻟِﻬَﺬَﺍ ﺣَﺞٌّ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﻭَﻟَﻚِ ﺃَﺟْﺮٌ
"Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang
menggendong anaknya dan berkata, "Apakah bagi anak ini
juga memiliki keharusan haji?" beliau menjawab: "Ya, dan
kamu juga menjadapkan ganjaran pahala." (HR. Muslim)
Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat
haji untuknya. Ini dilakukan ketika membayar ongkos haji.
Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah wali
tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah
haji anak kecil tersebut. Kecuali kalau anak kecil itu sudah
mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri untuk melakukan
ihram dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah
haji tidak gugur darinya, maka ketika dia sudah dewasa, dia
wajib melaksanakan ibadah haji lagi.
Pembahasan Kelima : Kriteria Mampu
Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur
dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji, karena
badannya sehat, sebagaimana hadist Ibnu Abbas :
ﺃَﻥَّ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﻣِﻦْ ﺧَﺜْﻌَﻢَ ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻳَﺎﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻥَّ ﺃَﺑِﻲ ﺃَﺩْﺭَﻛَﺘْﻪُ ﻓَﺮِﻳْﻀَﺔُ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﺷَﻴْﺨًﺎ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ ﻻَ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴْﻊُ
ﺃَﻥْ ﻳَﺴْﺘَﻮِﻯَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻠَﺔِ ﺃَﻓَﺄَﺣُﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺣُﺠِّﻰ ﻋَﻨْﻪُ
“Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah diwajibkan untuk
melaksanakan ibadah haji disaat dia telah tua renta, dia tidak
mampu untuk tetap bertahan diatas kendaraan, apakah aku
melaksanakan haji untuk mewakilinya?’ Beliau menjawab:
'Lakukankah haji untuk (mewakilinya)” ( HR Bukhari dan
Muslim )
2. Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokoknya,
seperti kebutuhan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya,
uang sewa rumah, modal dagangannya yang menjadi sumber
penghasilannya, seperti toko yang dari labanya dia bisa hidup
dan bisa memenuhi kebutuhannya.
1. Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang
mempunyai hutang, tidaklah ada kewajiban haji baginya,
karena membayar hutang merupakan kebutuhan dasar dan
merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi
dan tidak bisa ditolerir.
Hutang yang berjangka hukumnya seperti hutang yang jatuh
tempo, karena yang berhutang sama-sama dikatakan tidak
mampu. Tetapi jika dia percaya bisa mencari harta untuk
membayarnya, seperi kredit yang dibayar secara teratur dan
dipotong dari gaji bulanannya atau dipotong dari upah kerja
ketrampilan atau sejenisnya, maka hal ini tidak
menghalanginya untuk melaksanakan ibadah haji sesudah
dapat izin dari orang yang dihutanginya.
1. Dia harus mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkannya ke
kota Mekkah, tentunya disesuaikan dengan keadaannya.
Misalnya dari kendaraan seperti mobil, kapal, dan pesawat,
atau dari makanan,m, minuman serta tempat tinggal yang
sesuai dengan keadaannya, sebagaimana hadist Anas ra,
beliau berkata :
ﻗِﻴﻞَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍَﻟﻠَّﻪِ , ﻣَﺎ ﺍَﻟﺴَّﺒِﻴﻞُ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺍَﻟﺰَّﺍﺩُ ﻭَﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻠَﺔُ
“Ada seseorang yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah
sabil (jalan) itu? beliau bersabda: “Bekal dan kendaraan” (HR.
Daruquthni dan dishahihkan Hakim)
Jika tidak mampu, seseorang tidak diharuskan membebani diri
sendiri dengan menjual rumah, atau sawahnya yang
merupakan sumber mata pencahariannya, atau dari sawah itu
dia memberikan nafkah kepada keluarganya.
Barang siapa yang tidak bisa haji karena antrian di dalam
mendapatkan visa, maka dia dihukumi sebagai orang yang
tidak mampu, seperti orang yang dipenjara dan sejenisnya.
Orang tua tidak boleh melarang anaknya untuk pergi
melaksanakan ibadah haji yang wajib, berdasarkan hadist
yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan
dimarfu’kan kepada Nabi saw :
ﻟَﺎ ﻃَﺎﻋَﺔَ ﻟِﻤَﺨْﻠُﻮﻕٍ ﻓِﻲ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺔِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ
"Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat
kepada Allah 'azza wajalla." (HR. Ahmad)
Seorang anak hendaknya meminta keridhaan orang tuanya
ketika hendak melaksanakan ibadah haji. Begitu juga seorang
suami tidak boleh melarang istrinya untuk pergi haji, karena
haji hukumnya wajib, sedang kedua orang tua dan suami tidak
mempunyai hak untuk melarang sesuatu yang wajib, walaupun
begitu mereka berdua berhak untuk melarang anak dan
istrinya untuk melaksanakan ibadah haji yang sunnah.
Pembahasan Keenam : Bersegera Melaksanakan Ibadah Haji
Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu
melaksanakan ibadah haji, dan telah terpenuhi syarat-
syaratnya, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan
ibadah haji, tidak boleh diundur-undur lagi. Allah swt
berfirman :
ﻓَﺎﺳْﺘَﺒِﻘُﻮﺍ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕِ
”Berlomba-lombalah kalian dalam mengerjakan kebaikan”
(QS. Al Baqarah : 148)
Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan
sesungguhnya dia tidak mengetahui barangkali di masa
mendatang keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi dengan
sakit, atau jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian.
Sebagaimana dalam hadist Ibnu Abbas :
ﺗَﻌَﺠَّﻠُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﺈِﻥَّ ﺃَﺣَﺪَﻛُﻢْ ﻟَﺎ ﻳَﺪْﺭِﻱ ﻣَﺎ ﻳَﻌْﺮِﺽُ ﻟَﻪُ
“Bersegeralah melaksanakan ibadah haji ( yaitu haji yang
wajib) karena kalian tidak tahu apa yang akan di hadapinya
(HR. Ahmad dan Baihaqi)
Telah diriwayatkan dari Sa’id bin Manshur dan Hasan bahwa
Umar ra berkata:
ﻟَﻘَﺪْ ﻫَﻤَﻤْﺖُ ﺃﻥْ ﺃﺑْﻌَﺚَ ﺭِﺟَﺎﻻً ﺇﻟَﻰ ﻫﺬِﻩِ ﺍﻷَﻣْﺼَﺎﺭِ ﻓَﻴَﻨْﻈُﺮُﻭْﺍ ﻛُﻞَّ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺟَﺪَّﺓٌ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺤُﺞَّ ﻟِﻴَﻀْﺮِﺑُﻮْﺍ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ ﺍﻟْﺠِﺰْﻳَﺔَ ﻣَﺎ ﻫُﻢْ ﺑِﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻣَﺎﻫُﻢْ ﺑِﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ
“Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah-
wilayah untuk meneliti siapa yang memiliki kecukupan harta
namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan atas
mereka membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam !
mereka bukanlah umat Islam !”
Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan,
untuk mengundur-undur pelaksanakan ibadah haji, karena jika
dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat, maka hal
ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya untuk
berbuat kebaikan. Dan telah diterangkan di atas tentang
kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan ibadah haji.
Dan selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji,
baik ketika masih kecil, atau sudah tua, untuk selalu berbuat
baik dan menjauhi perbuatan buruk.
Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim
jika memang jaraknya di atas 80 km dari Mekkah. Adapun
yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki yang
haram untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan
nasab (darah) atau karena sebab lain yang mubah, jika
memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. Hal itu
berdasarkan hadist Abu Hurairah bahwasanya nabi shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda :
ﻟَﺎ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟِﺎﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﺗُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﺃَﻥْ ﺗُﺴَﺎﻓِﺮَ ﻣَﺴِﻴﺮَﺓَ ﻳَﻮْﻡٍ ﻭَﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﻟَﻴْﺲَ ﻣَﻌَﻬَﺎ ﺫُﻭ ﻣَﺤْﺮَﻡٍ
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah
dan hari akhir untuk safar sejauh perjalanan sehari semalam
kecuali bersama mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim )
Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka
hajinya tetap sah, tetapi dia berdosa karena melanggar
larangan. Jika dia pergi haji bersama rombongan perempuan
dan aman dari fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya.
Adapun perempuan yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya
yang jaraknya dengan Mekkah tidak lebih dari jarak
dibolehkannya sholat qashar, maka muhrim bukanlah syarat
didalam melaksanakan ibadah haji.
Pembahasan Ketujuh : Hukum Orang Yang Tidak Mampu Haji
dan Menjadi Wakil Untuknya
Barangsiapa yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri,
karena sakit atau sudah lanjut usia, sehingga kesulitan untuk
menaiki kendaran atau kesulitan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain dalam ibadah haji, maka dia
boleh mencari orang yang mampu mewakilinya, jika hal itu
bisa dilakukannya. Sebagaimana hadist Ibnu Abbas :
ﺃﻥّ ﺍِﻣْﺮَﺃَﺓٌ ﻣَﻦْ ﺧَﺜْﻌَﻢَ ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍَﻟﻠَّﻪِ, ﺇِﻥَّ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔَ ﺍَﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻋِﺒَﺎﺩِﻩِ ﻓِﻲ ﺍَﻟْﺤَﺞِّ ﺃَﺩْﺭَﻛَﺖْ ﺃَﺑِﻲ
ﺷَﻴْﺨًﺎ ﻛَﺒِﻴﺮًﺍ , ﻟَﺎ ﻳَﺜْﺒُﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺍَﻟﺮَّﺍﺣِﻠَﺔِ , ﺃَﻓَﺄَﺣُﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ? ﻗَﺎﻝَ : ﻧَﻌَﻢْ
“Sesungguhnya seorang perempuan dari Kats’am berkata:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah
atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka,
tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji
untuknya? Beliau menjawab: “Ya Boleh.” ( HR Bukhari dan
Muslim )
Dan disyaratkan bagi yang mewakili haji, bahwa dia sudah
pernah melaksanakan ibadah haji. Hal ini sesuai dengan
hadist :
ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳَﻤِﻊَ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻟَﺒَّﻴْﻚَ ﻋَﻦْ ﺷُﺒْﺮُﻣَﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﻦْ
ﺷُﺒْﺮُﻣَﺔُ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺥٌ ﻟِﻲ ﺃَﻭْ ﻗَﺮِﻳﺐٌ ﻟِﻲ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺠَﺠْﺖَ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْﺴِﻚَ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﺣُﺞَّ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْﺴِﻚَ ﺛُﻢَّ ﺣُﺞَّ
ﻋَﻦْ ﺷُﺒْﺮُﻣَﺔَ
“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam
mendengar seseorang mengucapkan; Labbaika 'An Syubrumah
(ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu untuk Syubrumah), beliau
bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab;
saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau
telah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab;
belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu,
kemudian berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud, Ibnu
Majah dan hadist ini dishahihkan Ibnu Hibban)
Yang mewakili hendaknya berangkat dari kota tempat tinggal
orang yang diwakilinya, seorang laki-laki boleh mewakili
perempuan dan sebaliknya perempuan boleh mewakili laki-
laki.
Jika yang berhalangan tadi kemudian menjadi mampu,
maka tidak wajib baginya melaksanakan ibadah haji lagi,
karena dia telah mengerjakan apa–apa yang diperintahkan
kepadanya, sehingga tidak diwajibkan mengulanginya.
Yang mewakilinya berhak mengambil biaya haji darinya, dan
jika dia mengambil lebih dari biaya yang dibutuhkan maka hal
itu dibolehkan.
1. Adapun jika dia sudah mati, maka tidak apa-apa seorang
wakil menghajikannya secara cuma-cuma tanpa seijinnya.
Pembahasan Kedelapan : Adab-adab Haji
Selayaknya bagi yang melakukan ibadah haji, untuk
memperhatikan adab-adab di bawah ini :
1. Mengikhlaskan niat di dalam ibadah haji.
Seyogyanya bagi yang ingin melaksankan ibadah haji, sebelum
meninggalkan rumahnya, untuk menghadirkan niat bahwa dia
keluar melaksanakan ibadah haji hanya karena Allah semata,
dengan mengharap pahala dari-Nya, bukan mengharap untuk
diberi gelar pak haji, atau agar orang sekitarnya melihat
bahwa dirinya pergi haji dan pergi ke Mekkah, sebagaimana
hadist Umat bahwasanya nabi shallallahu ‘alahi wassalam
bersabda :
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺄَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺩُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi
tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa
niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena
seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
adalah kepada apa dia diniatkan" (HR Bukhari dan Muslim )
Artinya barang siapa yang hajinya diniatkan karena Allah dan
benar-benar dilaksanakan karena-Nya, maka akan
mendapatkan pahala di sisi Allah.
1. Mempelajari hukum-hukum tentang haji
Seyogyanya bagi yang ingin pergi haji untuk mempelajari
hukum-hukum terkait dengan haji dan serta mengikuti nabi
dalam melaksanakan ibadah haji secara keseluruhan, baik
perkataan dan perbuatannya. Hal itu sesuai dengan hadist
Jabir bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda
:
ﻟِﺘَﺄْﺧُﺬُﻭْﺍ ﻋَﻨِّﻲ ﻣَﻨَﺎﺳِﻜَﻜُﻢْ
“Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku”
(HR. Muslim)
Ini bisa terlaksana dengan mempelajari hukum-hukum terkait
dengan haji serta membaca buku yang lebih terperinci.
Kemudian memperbanyak di dalam menela’ahnya sehingga dia
bisa melaksanakan ibadah haji ini dengan lebih sempurna dan
lebih sesuai dengan sunnah. Begitu juga hendaknya dia
menghadiri kajian-kajian yang membahas tentang haji,
sehingga dari kajian-kajian tersebut akan diketahui hukum-
hukum haji dan tata cara pelaksanaannya.
Hendaknya dalam perjalanan hajinya dia mencari orang-orang
yang mulia, mempunyai sopan-santun dan berakhlaq baik,
yaitu dengan cara memilih travel yang sudah terkenal
profesional, melaksanakan kewajibannya, membantu orang-
orang yang ikut dengannya untuk bisa melaksanakan ibadah
haji dengan sebaik-baiknya.
Hendaknya mencari seorang penuntut ilmu untuk menyertai
rombongan haji, karena amalan-amalan haji tidak cukup
hanya berbekal pengetahuan saja, tetapi perlu ada seorang
ulama yang berusaha mengamalkan sunnah dan mengetahui
tentang hukum-hukum haji. Jika tidak didapatkan seorang
ulama atau penuntut ilmu, maka paling tidak ada orang yang
pernah melaksankan haji yang berusaha untuk
menyempurnakan ibadah haji ini.
1. Menghindari dari para penganggur dan orang-orang yang suka
bermain-main. Yaitu orang-orang yang jika bergaul dengan
mereka akan menyebabkan terjatuh di dalam maksiat,
membuang-buang waktu dan banyak ngobrol.
2. Menghindari dari ahli bid’ah dan khurafat yang sering
memalingkan dari beribadah dan berdo’a kepada Allah kepada
berdo’a kepada selain-Nya serta lebih memilih untuk mencari
bangunan–bangunan dari peninggalan bersejarah untuk
mengusap-usapnya dan mengusap-usap Ka’bah serta Maqam
Ibrahim yang sering menyebabkan pertengkaran, padahal
mestinya mereka menunaikan ibadah haji ini dengan baik
3. Hendaknya berusaha untuk ekonomis di dalam berbelanja dan
jangan berlebih-lebihan serta membebani diri di dalam
hidupmu dan dalam perjalanan hajimu. Serta jangan
berbangga-bangga dengan kehidupan yang serba hedonis di
dalam melaksanakan ibadah haji.
4. Jauhilah hal-hal yang melengahkan, seperti menonton chanel-
chanel Televisi yang berisi hiburan-hiburan, atau
mendengarkan musik dan hal-hal lain yang termasuk katagori
maksiat.
5. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik selama
perjalanan, dan selama pelaksanaan ibadah haji, serta
berusaha untuk melawan hawa nafsu untuk mewujudkan hal
itu, sehingga temanmu menjadi rela untuk bersamamu. Dan
hendaknya anda bisa bersabar untuk menjauhi dari
permusuhan dan perkelahian yang sering timbul pada saat
melakukan perjalanan dan pada saat terjadinya desak-
desakan.
6. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang, dan berdo’a
ketika keluar rumah dan ketika hendak melakukan perjalanan.
Hendaknya dia berdo’a ketika keluar rumah, sebagaimana di
dalam hadist Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wassalam jika keluar rumah beliau berdo’a :
ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺗَﻮَﻛَّﻠْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻭَﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ. َﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲْ ﺃَﻋُﻮْﺫُ ﺑِﻚَ ﺃَﻥْ ﺃَﺿِﻞَّ، ﺃَﻭْ
ﺃُﺿَﻞَّ، ﺃَﻭْ ﺃَﺯِﻝَّ، ﺃَﻭْ ﺃُﺯَﻝَّ، ﺃَﻭْ ﺃَﻇْﻠِﻢَ، ﺃَﻭْ ﺃُﻇْﻠَﻢَ، ﺃَﻭْ ﺃَﺟْﻬَﻞَ، ﺃَﻭْ ﻳُﺠْﻬَﻞَ ﻋَﻠَﻲَّ .
“Dengan nama Allah. Aku bertawakkal kepadaNya dan tiada
daya dan upaya kecuali karena pertolongan Allah. Ya Allah
sesungguhnya aku berlindung kepadaMu jangan sampai aku
sesat atau disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi,
menganiaya atau dianiaya, berbuat bodoh atau dibodohi”.
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad shahih)
Kemudian dilanjutkan dengan do’a safar :
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺳَﺨَّﺮَ ﻟَﻨَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻟَﻪُ ﻣُﻘْﺮِﻧِﻴْﻦَ. ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻨَﺎ ﻟَﻤُﻨْﻘَﻠِﺒُﻮْﻥَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺴْﺄَﻟُﻚَ ﻓِﻲْ ﺳَﻔَﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒِﺮَّ ﻭَﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ، ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻣَﺎ ﺗَﺮْﺿَﻰ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻫَﻮِّﻥْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ
ﺳَﻔَﺮَﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﺍﻃْﻮِ ﻋَﻨَّﺎ ﺑُﻌْﺪَﻩُ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺼَّﺎﺣِﺐُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﺍﻟْﺨَﻠِﻴْﻔَﺔُ ﻓِﻲ ﺍْﻷَﻫْﻞِ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲْ
ﺃَﻋُﻮْﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻦْ ﻭَﻋْﺜَﺎﺀِ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮِ ﻭَﻛَﺂﺑَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻨْﻈَﺮِ ﻭَﺳُﻮْﺀِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻘَﻠَﺐِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺍْﻷَﻫْﻞِ . ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻊَ ﻗَﺎﻟَﻬُﻦَّ
ﻭَﺯَﺍﺩَ ﻓِﻴْﻬِﻦَّ : ﺁﻳِﺒُﻮْﻥَ ﺗَﺎﺋِﺒُﻮْﻥَ ﻋَﺎﺑِﺪُﻭْﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻨَﺎ ﺣَﺎﻣِﺪُﻭْﻥَ .
“Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha
Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami,
sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya
kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya
Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa
dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang
meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini,
dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah teman
dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah!
Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan
dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan
perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga.” Apabila
kembali, doa di atas dibaca, dan ditambah: “Kami kembali
dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada
Tuhan kami.” (HR. Muslim dari hadist Ibnu Umar)
Jika jalan sedang menanjak hendaknya dia mengucapkan : “
Allahu Akbar ” , jika dia menuruni lembah atau tempat yang
rendah, hendaknya mengucapkan : “ Subhanallah “ , ini
berdasarkan hadist Jabir :
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻨَّﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻌِﺪْﻧَﺎ ﻛَﺒَّﺮْﻧَﺎ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻧَﺰَﻟْﻨَﺎ ﺳَﺒَّﺤْﻨَﺎ
“Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata:
"Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan
apabila menuruni jalan kami bertasbih” (HR. Bukhari)
Hendaknya dia jangan lupa untuk selalu berdzikir ketika
berpindah-pindah tempat, dan untuk selalu mengulangi
hafalan al Qur’annya dan untuk selalu melaksanakan sholat
witir walaupun sedang berada di atas kendaran atau di atas
pesawat terbang, karena sholat nafilah boleh dilakukan oleh
muafir di atas kendaraannya.
1. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang
yang mampu, sehingga bisa membantu temannya dan berbuat
baik kepadanya, sebagaimana di dalam hadist :
ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻓِﻲْ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃﺧِﻴْﻪِ
"Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hambaNya,
selama hamba tersebut menolong saudaranya" (HR. Muslim
dari hadist Abu Hurairah )
Hendaknya dia bersedekah kepada orang-orang yang
membutuhkan dan orang-orang yang kehabisan bekal
perjalanan.
Hendaknya dia menjadikan bekal haji dari hartanya yang
terbaik , karena sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah
menerima kecuali yang baik juga.
1. Hendaknya dia selalu menjaga kewajiban-kewajiban syari’ah.
Seorang musafir harus tetap menjaga sholat dan bersuci serta
kewajiban-kewajiban yang lain, dan jangan bermalas-malas
untuk mengerjakan itu semua tepat pada waktunya.
Dia hendaknya meng-qashar sholat dan menjama’nya jika hal
itu dibutuhkan, karena dia sedang melakukan perjalanan atau
sedang istirahat, maka membutuhkan untuk menjama’
sholatnya karena kecapaian atau mengantuk.
1. Hal ini berdasarkan hadist bahwa nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda :
ﺍﻟﺴَّﻔَﺮُ ﻗِﻄْﻌًﺔُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻌَﺬَﺍﺏِ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺍَﺣَﺪَﻛُﻢْ ﻃَﻌَﺎﻣَﻪُ ﻭَﺷَﺮَﺍﺑَﻪُ ﻭَﻧَﻮْﻣَﻪُ ﻓَﺎِﺫَﺍﻗَﻀَﻰ ﺍَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻧﻬﻤﺘﻪ ﻣِﻦْ
ﺳَﻔَﺮِﻩِ ﻓَﻠْﻴُﻌَﺠِّﻞْ ﺍِﻟَﻰ ﺍَﻫْﻠِﻪِ
“Bepergian itu adalah sepotong dari adzab, (karena) ia
menghalangi seseorang daripada kamu tentang makanannya,
minumannya dan tidurnya. (Oleh karena itu) apabila salah
seorang dari kamu telah menyelesaikan keperluannya dari
kepergiannya, hendaklah ia segera kembali kepada
keluarganya” (HR. Muslim dari hadist Abu Hurairah)
1. Jika dalam perjalanan pulang dia melewati jalan yang
menanjak hendaknya mengucapkan :
ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ , ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ , ﺍَﻟﻠﻪُ ﺍَﻛْﺒَﺮُ , ﻻَﺍِﻟﻪَ ﺍِﻻَّﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻَﺷِﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ , ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ ﻭَﻟَﻪُ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻭَﻫُﻮَ
ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻴْﺊٍ ﻗَﺪِﻳْﺮٌ, ﺍﻳِﺒُﻮْﻥَ ﺗَﺎﺋِﺒُﻮْﻥَ ﻋَﺎﺑِﺪُﻭْﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻨَﺎ ﺣَﺎﻣِﺪُﻭْﻥَ , ﺻَﺪَﻕَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﻋْﺪَﻩُ ﻭَﻧَﺼَﺮَ ﻋَﺒْﺪَﻩُ ,
ﻭَﻫَﺰَﻡَ ﺍْﻻَ ﺣْﺰَﺍﺏَ ﻭَﺣْﺪَﻩُ
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Tiada Tuhan kecuali Allah, dzat yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan dan
segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kami
kembali bertaubat serta kami menyembah kepada Tuhan kami
, seraya kami memuji-Mu. Allah menetapi pada janji-Nya,
menolong hamba-Nya, serta mampu (memporak porandakan)
pasukan Ahzab dengan sendiri”.
Sesungguhnya Nabi saw mengucapkan do’a tersebut
dalam perjalanan pulang dari haji atau jihad, sebagaimana
dalam hadist Ibnu Umar yang disebutkan Imam Malik dalam
kitab al Muwattha’ dalam riwayat Muhammad bin Hasan.
Hendaknya dia jangan mengagetkan keluarganya pada waktu
malam, tetapi memberitahu terlebih dahulu tentang waktu
kedatangannya, atau hendaknya dia datang pada waktu pagi
atau sore saja. Bersabda Nabi shallallahu ‘alahi wassalam :
ﻛَﻲْ ﺗَﻤْﺘَﺸِﻂَ ﺍﻟﺸَّﻌِﺜَﺔُ ﻭَﺗَﺴْﺘَﺤِﺪَّ ﺍﻟْﻤُﻐِﻴﺒَﺔُ
“Berilah kesempatan kepada keluarga kalian untuk bersiap-
siap dan berhias (untuk menyambut kedatangan kalian)." (Hr
Bukhari dan Muslim dari hadist Jabir)
Dan hendaknya dia menuju masjid terlebih dahulu jika sudah
sampai, untuk melakukan sholat dua reka’at. Karena
sesungguhnya perbuatan ini merupakan sunnah nabi yang
pertama kali beliau laksanakan ketika sampai di kotanya.
Kamis, 14 Januari 2016
Mana Yang Lebih Afdhol, Haji Qiran, Ifrad Atau tamattu'?
Ada tiga istilah yang seringkali kita dengar terkait dengan
tata cara pelaksanaan ibadah haji, yaitu Qiran ( ﻗِﺮَﺍﻥ ), Ifrad
( ﺇِﻓْﺮَﺍﺩ) dan Tamattu’ ( ﺗَﻤَﺘُّﻊ).
Sebenarnya ketiga istilah ini membedakan teknik
penggabungan antara ibadah haji dengan ibadah umroh.
Kita tidak bisa memahami apa yang dimaksud dengan
ketiga istilah ini kalau kita belum memahami arti haji dan
umrah.
Persamaan Umrah dan Haji
Umroh dan haji sama-sama dikerjakan
dalam keadaan berihram.
Umroh dan haji sama-sama dikerjakan
dengan terlebih dahulu mengambil miqat
makani
Umroh dan haji sama-sama terdiri dari
thowaf yang bentuknya mengelilingi Ka’bah
tujuh putaran, disambung dengan sa'i tujuh
kali antara Shafa dan Marwah, lalu
disambung dengan bercukur atau tahallul.
Boleh dibilang ibadah haji adalah ibadah
umroh plus beberapa ritual ibadah lainnya.
Umroh adalah Haji Kecil
Perbedaan Umrah dan Haji
Semua ritual umroh yaitu thowaf, sa'i dan
bercukur, cukup hanya dilakukan di dalam
masjid Al-Haram. Sedangkan ritual haji
adalah terdiri dari ritual umroh ditambah
dengan wukuf di Arafah, bermalam di
Muzdalifah, melontar Jamarat di Mina sambil
bermalam selama disana selama beberapa
hari.
Umroh bisa dilakukan kapan saja berkali-kali
dalam sehari karena durasinya cukup
pendek, sedangkan ibadah haji hanya bisa
dikerjakan sekali dalam setahun. Inti ibadah
haji adalah wuquf di Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjah. Dimana durasi ibadah haji
sepanjang 5 sampai 6 hari lamanya.
Jadi karena ibadah umroh dan haji punya
irisan satu dengan yang lain, atau lebih
tepatnya ibadah umroh adalah bagian dari
ibadah haji, maka terkadang kedua ibadah
itu dilaksanakan sendiri-sendiri, dan
terkadang bisa juga dilakukan bersamaan
dalam satu ibadah.
Semua itu akan menjadi jelas jika kita bahas satu persatu
mengenai istilah Qiran, Ifrad dan Tamattu’.
HAJI QIRAN
1. Pengertian
a. Bahasa
Istilah qiran ( ﻗِﺮَﺍﻥ ) kalau kita perhatikan secara bahasa
(etimologi) bermakna :
ﺟَﻤْﻊُ ﺷَﻲْﺀٍ ﺇِﻟَﻰ ﺷَﻲْﺀٍ
Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Istilah qiran ( ﻗِﺮَﺍﻥ ) oleh orang Arab juga digunakan untuk
menyebut tali yang digunakan untuk mengikat dua ekor
unta menjadi satu. Ats-Tsa’labi mengatakan :
ﻻَ ﻳُﻘَﺎﻝ ﻟِﻠْﺤَﺒْﻞ ﻗِﺮَﺍﻥٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘْﺮَﻥَ ﻓِﻴﻪِ ﺑَﻌِﻴﺮَﺍﻥِ
Tali tidaklah disebut qiran kecuali bila tali itu mengikat dua
ekor unta.
b. Istilah
Dan secara istilah haji, qiran adalah :
ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﺮِﻡَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟْﺤَﺞِّ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ
Seseorang berihram untuk umrah sekaligus juga untuk haji
Atau dengan kata lain, Haji Qiran adalah :
ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﺮِﻡَ ﺑِﻌُﻤْﺮَﺓٍ ﻓِﻲ ﺃَﺷْﻬُﺮِ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﺛُﻢَّ ﻳُﺪْﺧِﻞ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻗَﺒْﻞ ﺍﻟﻄَّﻮَﺍﻑِ
Seseorang berihram dengan umroh pada bulan-bulan haji,
kemudian memasukkan haji ke dalamnya sebelum tawaf
Seseorang bisa dikatakan melaksanakan haji dengan
manakala dia melakukan ibadah haji dan umroh digabung
dalam satu niat dan gerakan secara bersamaan, sejak
mulai dari berihram .
Sehingga ketika memulai dari miqat dan berniat untuk
berihram, niatnya adalah niat berhaji dan sekaligus juga
niat berumroh. Kedua ibadah yang berbeda, yaitu haji dan
umroh, digabung dalam satu praktek amal. Dalam
peribahasa kita sering diungkapkan dengan ungkapan,
sambil menyelam minum air.
2. Dalil
Menggabungkan antara ibadah haji dengan ibadah umroh
dibenarkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan hadits berikut
ini.
ﺧَﺮَﺟْﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺎﻡَ ﺣَﺠَّﺔِ ﺍﻟْﻮَﺩَﺍﻉِ ﻓَﻤِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﻌُﻤْﺮَﺓٍ ﻭَﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﺤَﺠَّﺔٍ ﻭَﻋُﻤْﺮَﺓٍ
ﻭَﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺃَﻫَﻞَّ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﺃَﻭْ ﺟَﻤَﻊَ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ
ﻟَﻢْ ﻳَﺤِﻠُّﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻮْﻡُ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ
'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Kami berangkat bersama
Nabi SAW pada tahun hajji wada' (perpisahan). Diantara
kami ada yang berihram untuk 'umroh, ada yang berihram
untuk hajji dan 'umroh dan ada pula yang berihram untuk
hajji. Sedangkan Rasulullah SAW berihram untuk hajji.
Adapun orang yang berihram untuk hajji atau
menggabungkan hajji dan 'umroh maka mereka tidak
bertahallul sampai hari nahar (tanggal 10 Dzul Hijjah) ".
(HR. Bukhari)
Tentunya karena Qiran itu adalah umroh dan haji sekaligus,
maka hanya bisa dikerjakan di dalam waktu-waktu haji,
yaitu semenjak masuknya bulan Syawwal.
3. Prinsip Haji Qiran
a. Cukup Satu Pekerjaan Untuk Dua Ibadah
Jumhur ulama termasuk di dalamnya pendapat Ibnu Umar
radhiyallahuanhu, Jabir, Atha', Thawus, Mujahid, Ishak, Ibnu
Rahawaih, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir, menyebutkan
karena Qiran ini adalah ibadah haji sekaligus umroh, maka
dalam prakteknya cukup dikerjakan satu ritual saja, tidak
perlu dua kali.
Tidak perlu melakukan 2 kali ritual tawaf dan tidak perlu 2
kali melakukan ritual sa'i, juga tidak perlu 2 kali melakukan
ritual bercukur. Semua cukup dilakukan satu ritual saja,
dan sudah dianggap sebagai dua pekerjaan ibadah
sekaligus, yaitu haji dan umroh.
Seperti itulah petunjuk langsung dari Rasulullah SAW lewat
hadits Aisyah radhiyallahuanha.
ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺟَﻤَﻌُﻮﺍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻃَﺎﻓُﻮﺍ ﻃَﻮَﺍﻓًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ
Mereka yang menggabungkan antara haji dan umroh
(Qiran) cukup melakukan satu kali thowaf saja. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dan haji qiran itulah yang dilakukan langsung oleh Aisyah
radhiyallahuanha. Dan Rasulullah SAW menegaskan untuk
cukup melakukan tawaf dan sa'i sekali saja untuk haji dan
umroh.
ﻳُﺠْﺰِﺉُ ﻋَﻨْﻚِ ﻃَﻮَﺍﻓُﻚِ ﺑِﺎﻟﺼَّﻔَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﻭَﺓِ ﻋَﻦْ ﺣَﺠِّﻚِ ﻭَﻋُﻤْﺮَﺗِﻚِ
Cukup bagimu satu kali tawaf dan sa'i antara Shawa dan
Marwah untuk haji dan umrohmu. (HR. Muslim)
Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah
SAW sendiri saat berhaji, juga berhaji dengan Haji Qiran.
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺮَﻥَ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﻓَﻄَﺎﻑَ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻃَﻮَﺍﻓًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW menggabungkan haji dan
umroh, lalu melakukan satu kali tawaf untuk haji dan
umroh. (HR. Tirmizy)
Namun ada juga yang berpendapat bahwa haji dalam Qiran,
semua ritual ibadah harus dikerjakan sendiri-sendiri. Yang
berpendapat seperti ini antara lain Madzhab Hanafiyah,
serta Ats-Tsauri, Al-Hasan bin Shalih, dan Abdurrahman bin
Al-Aswad.
Maka dalam pandangan mereka ritual thowaf dilakukan dua
kali, pertama tawaf untuk haji lalu selesai itu kembali lagi
mengerjakan tawaf untuk umroh. Demikian juga dengan
sa'i dan juga bercukur, keduanya masing-masing
dikerjakan dua kali dua kali, pertama untuk haji dan kedua
untuk umroh.
b. Dua Niat : Umroh dan Haji
Yang harus dilakukan hanyalah berniat untuk melakukan
dua ibadah sekaligus dalam satu ritual.
Kedua niat itu ditetapkan pada sesaat sebelum memulai
ritual berihram di posisi masuk ke miqat makani.
4. Syarat Haji Qiran
Agar Haji Qiran ini sah, maka ada syarat yang harus
dipenuhi, antara lain :
Berihrom Haji Sebelum Thawaf Umroh
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran harus berihram
untuk haji terlebih dahulu sebelumnya, sehingga ketika
melakukan tawaf untuk umroh, ihramnya adalah ihram
untuk haji dan umroh sekaligus.
Berihrom Haji Sebelum Rusaknya Umroh
Maksudnya seorang Haji Qiran yang datang ke Mekkah
dengan melakukan umrah dan berihram dengan ihram
umroh, lalu dia ingin menggabungkan ihramnya itu dengan
ihram haji, maka sebelum selesai umrohnya itu, dia harus
sudah menggabungkannya dengan haji.
Madzhab Hanafiyah menyebutkan bahwa belum selesainya
umroh adalah syarat sah buat Haji Qiran.
Madzhab Syafi’iyah menambahkan syarat bahwa ihram itu
harus dilakukan setelah masuk bulan-bulan haji, yaitu
setidaknya setelah bulan Syawwal.
c. Thowaf Umroh Dalam Bulan Haji
Maksudnya seorang yang Haji Qiran harus
menyempurnakan tawaf umrohnya hingga sempurna tujuh
putaran, yang dikerjakan di bulan-bulan haji.
d. Menjaga Umroh dan Haji dari Kerusakan
Orang yang berhaji dengan cara Qiran wajib menjaga ihram
umroh dan hajinya itu dari kerusakan, hingga sampai ke
hari-hari puncak haji.
Dia tidak boleh melepas pakaian ihramnya atau melakukan
larangan-larangan dalam berihram. Artinya, sejak tiba di
Mekkah maka dia terus menerus berihram sampai selesai
semua ritual ibadah haji.
e. Bukan Penduduk Mekkah
Dalam pandangan Madzhab Hanafiyah, Haji Qiran ini tidak
berlaku buat mereka yang menjadi penduduk Mekkah, atau
setidaknya tinggal atau menetap disana. Haji Qiran hanya
berlaku buat mereka yang tinggalnya selain di Mekkah, baik
masih warga negara Saudi Arabia atau pun warga negara
lainnya.
Sedangkan dalam pendapat Jumhur Ulama, penduduk
Mekkah boleh saja berhaji Qiran dan hukum hajinya sah.
Hanya bedanya, buat penduduk Mekkah, apabila mereka
berHaji Qiran, tidak ada kewajiban untuk menyembelih
hewan sebagai dam. Menyembelih hewan ini hanya berlaku
buat penduduk selain Mekkah yang berHaji Qiran.
Awal mula perbedaan ini adalah ayat Al-Quran yang
ditafsiri dengan berbeda oleh kedua belah pihak.
ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﺣَﺎﺿِﺮِﻱ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ
Yang demikian itu berlaku bagi orang-orang yang
keluarganya tidak berada di Masjidil Haram. (QS. Al-
Baqaroh : 96)
Jumhur ulama mengatakan bahwa kata ’dzalika’ dalam
ayat ini adalah kata tunjuk (ism isyarah), yang terkait
dengan bagian dari ayat ini juga yang mengharuskan
mereka untuk menyembelih hewan.
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣِﻨﺘُﻢْ ﻓَﻤَﻦ ﺗَﻤَﺘَّﻊَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ
ﺛَﻼﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌْﺘُﻢْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin
bersenang-senang mengerjakan 'umroh sebelum haji,
hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. (QS.
Al-Baqaroh : 196)
f. Tidak Boleh Terlewat Haji
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran maka dia wajib
menyelesaikan ibadah hajinya hingga tuntas, tidak boleh
terlewat.
HAJI IFRAD
Dari segi bahasa, kata Ifrad adalah bentuk mashdar dari
akar kata afrada ( ﺃﻓﺮﺩ ) yang bermakna menjadikan sesuatu
itu sendirian, atau memisahkan sesuatu yang bergabung
menjadi sendiri-sendiri. Ifrad ini secara bahasa adalah
lawan dari dari Qiran yang berarti menggabungkan.
Dalam istilah ibadah haji, Ifrad berarti memisahkan antara
ritual ibadah haji dari ibadah umrah. Sehingga ibadah haji
yang dikerjakan tidak ada tercampur atau bersamaan
dengan ibadah umrah.
Bisa dikatakan, orang yang berhaji dengan cara Ifrad adalah
orang yang hanya mengerjakan ibadah haji saja tanpa
ibadah umrah.
Kalau orang yang berHaji Ifrad ini melakukan umrah, bisa
saja, tetapi setelah selesai semua rangkaian ibadah haji.
1. Tidak Perlu Denda
Haji Ifrad adalah satu-satunya bentuk berhaji yang tidak
mewajibkan denda membayar dam dalam bentuk ritual
menyembelih kambing. Berbeda dengan Haji Tamattu’ dan
Qiran, dimana keduanya mewajibkan dam.
2. Hanya Thawaf Ifadhah
Seorang yang mengerjakan Haji Ifrad hanya melakukan satu
thowaf saja, yaitu Thowaf Ifadhah. Sedangkan thowaf
lainnya yaitu Qudum dan Wada' tidak diperlukan.
HAJI TAMATTU'
Istilah Tamattu’ berasal dari al-mata' ( ﺍﻟﻤﺘﺎﻉ) yang artinya
kesenangan. Dalam Al-Quran Allah berfirman :
ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻣُﺴْﺘَﻘَﺮٌّ ﻭَﻣَﺘَﺎﻉٌ ﺇِﻟَﻰ ﺣِﻴﻦٍ
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-
Baqarah : 36)
Dan kata tamattu’ artinya bersenang-senang, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran :
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣِﻨﺘُﻢْ ﻓَﻤَﻦ ﺗَﻤَﺘَّﻊَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ
ﺛَﻼﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌْﺘُﻢْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin
bersenang-senang mengerjakan 'umroh sebelum haji,
hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. (QS.
Al-Baqarah : 196)
Dalam prakteknya, Haji Tamattu’ itu adalah berangkat ke
tanah suci di dalam bulan haji, lalu berihram dari miqat
dengan niat melakukan ibadah umroh, bukan haji, lalu
sesampai di Mekkah, menyelesaikan ihram dan berdiam di
kota Mekkah bersenang-senang, sambil menunggu
datangnya hari Arafah untuk kemudian melakukan ritual
haji.
Jadi Haji Tamattu’ itu memisahkan antara ritual umrah dan
ritual haji.
1. Perbedaan Antara Tamattu' dan Ifrad
Kemudian apa dan dimana letak perbedaan antara
Tamattu’ dan Ifrad? Bukankah Haji Ifrod itu juga
memisahkan haji dan umrah?
Sekilas antara Tamattu’ dan Ifrad memang agak sama,
yaitu sama-sama memisahkan antara ritual haji dan
umrah. Tetapi sesungguhnya keduanya amat berbeda.
Dalam Haji Tamattu’, jamaah haji melakukan
umrah dan haji, hanya urutannya
mengerjakan umrah dulu baru haji, dimana di
antara keduanya bersenang-senang karena
tidak terikat dengan aturan berihram.
Sedang Haji Ifrad, jamaah haji melakukan
ibadah haji saja, tidak mengerjakan umrah.
Selesai mengerjakan ritual haji sudah bisa
langsung pulang. Walau pun seandainya
setelah selesai semua ritual haji lalu ingin
mengisi kekosongan dengan mengerjakan
ritual umrah, boleh-boleh saja, tetapi
syaratnya asalkan setelah semua ritual haji
selesai.
2. Kenapa Disebut Tamattu’?
Karena dalam prakteknya, dibandingkan dengan Haji Qiran
dan Ifrad, Haji Tamattu’ memang ringan dikerjakan, karena
itulah diistilahkan dengan bersenang-senang .
Apanya yang senang-senang?
Ketika jamaah haji menjalani Haji Ifrad, maka sejak dia
berihram dari miqat sampai selesai semua ritual ibadah
haji, mereka tetap harus selalu dalam keadaan berihrom
(memakai pakaian ihrom)
Padahal berihrom itu ada banyak pantangannya, kita
dilarang mengerjakan semua larangan ihram. Artinya, kita
tidak boleh melakukan ini dan tidak boleh itu, jumlahnya
banyak sekali.
Dan khusus buat laki-laki, tentunya sangat tidak nyaman
dalam waktu berhari-hari bahkan bisa jadi berminggu-
minggu hanya berpakaian dua lembar handuk, tanpa
pakaian dalam. Dan lebih tersiksa lagi bila musim haji jatuh
di musim dingin yang menusuk, maka jamaah haji harus
melawan hawa dingin hanya dengan dua lembar kain
sebagai pakaian.
Mungkin bila jamaah haji tiba di tanah suci pada hari-hari
menjelang tanggal 9 Dzulhijjah, tidak akan terasa lama
bertahan dengan kondisi berihram. Tetapi seandainya
jamaah itu ikut rombongan gelombang pertama, dimana
jamaah sudah sampai di Mekkah dalam jarak satu bulan
dari hari Arafah, tentu sebuah penantian yang teramat
lama, khususnya dalam keadaan berihram.
Maka jalan keluarnya yang paling ringan adalah melakukan
Haji Tamattu’, karena selama masa menunggu itu tidak
perlu berada dalam keadaan ihram. Sejak tiba di Kota
Mekkah, begitu selesai tawaf, sa’i dan bercukur, sudah bisa
menghentikan ihram, lepas pakaian yang hanya dua lembar
handuk, boleh melakukan banyak hal termasuk melakukan
hubungan suami istri.
Meski harus menunggu sampai sebulan lamanya di kota
Mekkah, tentu tidak mengapa karena tidak dalam keadaan
ihram. Karena itulah haji ini disebut dengan Haji Tamattu’
yang artinya bersenang-senang.
3. Denda Tamattu’
Di dalam Al-Quran Allah SWT menegaskan bahwa Haji
Tamattu’ itu mewajibkan pelakunya membayar denda.
Istilah yang sering digunakan adalah membayar dam. Kata
dam ( ﺍﻟﺪﻡ) artinya darah, dalam hal ini maksudnya
membayar denda dengan cara menyembelih seekor
kambing.
Bila tidak mau atau tidak mampu, boleh diganti dengan
berpuasa 10 hari, dengan rincian 3 hari dikerjakan selama
berhaji dan 7 hari setelah pulang ke tanah air.
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣِﻨﺘُﻢْ ﻓَﻤَﻦ ﺗَﻤَﺘَّﻊَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ
ﺛَﻼﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌْﺘُﻢْ ﺗِﻠْﻚَ ﻋَﺸَﺮَﺓٌ ﻛَﺎﻣِﻠَﺔٌ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﺣَﺎﺿِﺮِﻱ
ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍْ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﺷَﺪِﻳﺪُ ﺍﻟْﻌِﻘَﺎﺏِ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin
mengerjakan 'umroh sebelum haji, korban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila
kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh yang sempurna.
Demikian itu bagi orang-orang yang keluarganya tidak
berada Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (QS. Al-
Baqarah : 196)
MANA YANG LEBIH UTAMA?
Setelah membahas panjang lebar tentang tiga jenis cara
berhaji, yaitu Qiran, Ifrad dan Tamattu’, maka timbul
pertanyaan sekarang, yaitu mana dari ketiganya yang lebih
afdhol dalam pandangan ulama dan mana yang lebih
utama untuk dipilih?
Ternyata ketika sampai pada pertanyaan seperti itu, para
ulama masih berbeda pendapat dan tidak kompak. Masing-
masing memilih pilihan yang menurut mereka lebih utama,
tetapi ternyata pilihan mereka berbeda-beda.
Lebih Utama Ifrad
Madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa yang lebih
utama adalah haji dengan cara Ifrad. Pendapat mereka ini
juga didukung oleh pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman
bin Al-Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar,
Jabir bin Abdillah ridwanullahialahim ajma’in. Selain itu
juga didukung oleh pendapat dari Al-Auza’i dan Abu Tsaur.
Dasarnya menurut mereka antara lain karena Haji Ifrad ini
lebih berat untuk dikerjakan, maka jadinya lebih utama.
Selain itu dalam pandangan mereka, haji yang Rasulullah
SAW kerjakan adalah Haji Ifrad.
Lebih Utama Qiran
Madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa yang lebih utama
untuk dikerjakan adalah Haji Qiran. Pendapat ini juga
didukung oleh pendapat ulama lainnya seperti Sufyan Ats-
Tsauri, Al-Muzani dari kalangan ulama Madzhab Syafi’iyah,
Ibnul Mundzir, dan juga Abu Ishaq Al-Marwadzi.
Dalil yang mendasari pendapat mereka adalah hadits
berikut ini :
ﺃَﺗَﺎﻧِﻲ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔَ ﺁﺕٍ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻲ ﻓَﻘَﺎﻝ : ﺻَﻞ ﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻮَﺍﺩِﻱ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻙِ ﻭَﻗُﻞ : ﻋُﻤْﺮَﺓٌ ﻓِﻲ ﺣَﺠَّﺔٍ
Telah diutus kepadaku utusan dari Tuhanku pada suatu
malam dan utusan itu berkata,”Shalatlah di lembah yang
diberkahi ini dan katakan,”Umrah di dalam Haji”. (HR.
Bukhari)
Hadits ini menegaskan bahwa awalnya Rasulullah SAW
berhaji dengan cara Ifrad, namun setelah turun perintah ini,
maka beliau diminta berbalik langkah, untuk menjadi Haji
Qiran.
Dan adanya perintah untuk mengubah dari Ifrad menjadi
Qiran tentu karena Qiran lebih utama, setidaknya itulah
dasar argumen para pendukung pendapat ini.
Lebih Utama Tamattu’
Madzhab Hanabilah berpendapat bahwa yang paling baik
dan paling utama untuk dikerjakan justru Haji Tamattu’.
Setelah itu baru Haji Ifrad dan terakhir adalah Haji Qiran.
Di antara para shahabat yang diriwayatkan berpendapat
bahwa Haji Tamattu’ lebih utama antara lain adalah Ibnu
Umar, Ibnu Al-Abbas, Ibnu Az-Zubair, Aisyah
ridhwanullahi’alaihim. Sedangkan dari kalangan para ulama
berikutnya antara lain Al-Hasan, ’Atha’, Thawus, Mujahid,
Jabir bin Zaid, Al-Qasim, Salim, dan Ikrimah.
Pendapat ini sesungguhnya adalah satu versi dari dua versi
pendapat Madzhab Syafi’i. Artinya, pendapat Madzhab
Syafi’i dalam hal ini terpecah, sebagian mendukung Qiran
dan sebagian mendukung Tamattu’.
Di antara dasar argumen untuk memilih Haji Tamattu’ lebih
utama antara lain karena cara ini yang paling ringan dan
memudahkan buat jamaah haji.
Maka timbul pertanyaan yang menarik, kenapa untuk
menetapkan mana yang lebih afdhal saja, para ulama
masih berbeda pendapat? Apakah tidak ada dalil yang
qath’i atau tegas tentang hal ini?
Jawabannya memang perbedaan pendapat itu dipicu oleh
karena tidak ada nash yang secara langsung menyebutkan
tentang mana yang lebih utama, baik dalil Quran mau pun
dalil Sunnah. Sehingga tetap saja menyisakan ruang untuk
berbeda pendapat.
Dan hal itu diperparah lagi dengan kenyataan bahwa tidak
ada hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa
Rasulullah SAW berhaji dengan Ifrad, Qiran atau Tamattu’.
Kalau pun ada yang bilang bahwa beliau SAW berhaji Ifrad,
Qiran atau Tamattu’, sebenarnya bukan berdasarkan teks
hadits itu sendiri, melainkan merupakan kesimpulan yang
datang dari versi penafsiran masing-masing ulama saja.
Dan tentu saja semua kesimpulan itu masih bisa
diperdebatkan.
Walhasil, buat kita yang awam, sebenarnya tidak perlu ikut-
ikutan perdebatan yang nyaris tidak ada manfaatnya ini,
apalagi kalau diiringi dengan sikap yang kurang baik,
seperti merendahkan, mencemooh, menghina bahkan saling
meledek dengan dasar yang masih merupakan perbedaan
pendapat di kalangan ulama.
Sikap yang paling elegan adalah menerima kenyataan
bahwa semuanya bisa saja menjadi lebih afdhal bagi
masing-masing orang dengan masing-masing keadaan dan
kondisi yang boleh jadi tiap orang pasti punya perbedaan.
Sikap saling menghormati dan saling menghagai justru
menjadi ciri khas para ulama, meski mereka saling berbeda
pandangan. Kalau sesama para ulama masih bisa saling
menghargai, kenapa kita yang bukan ulama malah merasa
paling pintar untuk sebuah masalah yang memang halal
dan diperbolehkan bagi kita berbeda pendapat di dalamnya?