Kamis, 14 Januari 2016

Mana Yang Lebih Afdhol, Haji Qiran, Ifrad Atau tamattu'?

Ada tiga istilah yang seringkali kita dengar terkait dengan
tata cara pelaksanaan ibadah haji, yaitu Qiran ( ﻗِﺮَﺍﻥ ), Ifrad
( ﺇِﻓْﺮَﺍﺩ) dan Tamattu’ ( ﺗَﻤَﺘُّﻊ).
Sebenarnya ketiga istilah ini membedakan teknik
penggabungan antara ibadah haji dengan ibadah umroh.
Kita tidak bisa memahami apa yang dimaksud dengan
ketiga istilah ini kalau kita belum memahami arti haji dan
umrah.
Persamaan Umrah dan Haji
Umroh dan haji sama-sama dikerjakan
dalam keadaan berihram.
Umroh dan haji sama-sama dikerjakan
dengan terlebih dahulu mengambil miqat
makani
Umroh dan haji sama-sama terdiri dari
thowaf yang bentuknya mengelilingi Ka’bah
tujuh putaran, disambung dengan sa'i tujuh
kali antara Shafa dan Marwah, lalu
disambung dengan bercukur atau tahallul.
Boleh dibilang ibadah haji adalah ibadah
umroh plus beberapa ritual ibadah lainnya.
Umroh adalah Haji Kecil
Perbedaan Umrah dan Haji
Semua ritual umroh yaitu thowaf, sa'i dan
bercukur, cukup hanya dilakukan di dalam
masjid Al-Haram. Sedangkan ritual haji
adalah terdiri dari ritual umroh ditambah
dengan wukuf di Arafah, bermalam di
Muzdalifah, melontar Jamarat di Mina sambil
bermalam selama disana selama beberapa
hari.
Umroh bisa dilakukan kapan saja berkali-kali
dalam sehari karena durasinya cukup
pendek, sedangkan ibadah haji hanya bisa
dikerjakan sekali dalam setahun. Inti ibadah
haji adalah wuquf di Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjah. Dimana durasi ibadah haji
sepanjang 5 sampai 6 hari lamanya.
Jadi karena ibadah umroh dan haji punya
irisan satu dengan yang lain, atau lebih
tepatnya ibadah umroh adalah bagian dari
ibadah haji, maka terkadang kedua ibadah
itu dilaksanakan sendiri-sendiri, dan
terkadang bisa juga dilakukan bersamaan
dalam satu ibadah.
Semua itu akan menjadi jelas jika kita bahas satu persatu
mengenai istilah Qiran, Ifrad dan Tamattu’.

HAJI QIRAN

1. Pengertian
a. Bahasa
Istilah qiran ( ﻗِﺮَﺍﻥ ) kalau kita perhatikan secara bahasa
(etimologi) bermakna :
ﺟَﻤْﻊُ ﺷَﻲْﺀٍ ﺇِﻟَﻰ ﺷَﻲْﺀٍ
Menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Istilah qiran ( ﻗِﺮَﺍﻥ ) oleh orang Arab juga digunakan untuk
menyebut tali yang digunakan untuk mengikat dua ekor
unta menjadi satu. Ats-Tsa’labi mengatakan :
ﻻَ ﻳُﻘَﺎﻝ ﻟِﻠْﺤَﺒْﻞ ﻗِﺮَﺍﻥٌ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘْﺮَﻥَ ﻓِﻴﻪِ ﺑَﻌِﻴﺮَﺍﻥِ
Tali tidaklah disebut qiran kecuali bila tali itu mengikat dua
ekor unta.
b. Istilah
Dan secara istilah haji, qiran adalah :
ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﺮِﻡَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟْﺤَﺞِّ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ
Seseorang berihram untuk umrah sekaligus juga untuk haji
Atau dengan kata lain, Haji Qiran adalah :
ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﺮِﻡَ ﺑِﻌُﻤْﺮَﺓٍ ﻓِﻲ ﺃَﺷْﻬُﺮِ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﺛُﻢَّ ﻳُﺪْﺧِﻞ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻗَﺒْﻞ ﺍﻟﻄَّﻮَﺍﻑِ
Seseorang berihram dengan umroh pada bulan-bulan haji,
kemudian memasukkan haji ke dalamnya sebelum tawaf
Seseorang bisa dikatakan melaksanakan haji dengan
manakala dia melakukan ibadah haji dan umroh digabung
dalam satu niat dan gerakan secara bersamaan, sejak
mulai dari berihram .
Sehingga ketika memulai dari miqat dan berniat untuk
berihram, niatnya adalah niat berhaji dan sekaligus juga
niat berumroh. Kedua ibadah yang berbeda, yaitu haji dan
umroh, digabung dalam satu praktek amal. Dalam
peribahasa kita sering diungkapkan dengan ungkapan,
sambil menyelam minum air.
2. Dalil
Menggabungkan antara ibadah haji dengan ibadah umroh
dibenarkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan hadits berikut
ini.
ﺧَﺮَﺟْﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺎﻡَ ﺣَﺠَّﺔِ ﺍﻟْﻮَﺩَﺍﻉِ ﻓَﻤِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﻌُﻤْﺮَﺓٍ ﻭَﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﺤَﺠَّﺔٍ ﻭَﻋُﻤْﺮَﺓٍ
ﻭَﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺃَﻫَﻞَّ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﻫَﻞَّ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﺃَﻭْ ﺟَﻤَﻊَ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ
ﻟَﻢْ ﻳَﺤِﻠُّﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻮْﻡُ ﺍﻟﻨَّﺤْﺮِ
'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Kami berangkat bersama
Nabi SAW pada tahun hajji wada' (perpisahan). Diantara
kami ada yang berihram untuk 'umroh, ada yang berihram
untuk hajji dan 'umroh dan ada pula yang berihram untuk
hajji. Sedangkan Rasulullah SAW berihram untuk hajji.
Adapun orang yang berihram untuk hajji atau
menggabungkan hajji dan 'umroh maka mereka tidak
bertahallul sampai hari nahar (tanggal 10 Dzul Hijjah) ".
(HR. Bukhari)
Tentunya karena Qiran itu adalah umroh dan haji sekaligus,
maka hanya bisa dikerjakan di dalam waktu-waktu haji,
yaitu semenjak masuknya bulan Syawwal.
3. Prinsip Haji Qiran
a. Cukup Satu Pekerjaan Untuk Dua Ibadah
Jumhur ulama termasuk di dalamnya pendapat Ibnu Umar
radhiyallahuanhu, Jabir, Atha', Thawus, Mujahid, Ishak, Ibnu
Rahawaih, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir, menyebutkan
karena Qiran ini adalah ibadah haji sekaligus umroh, maka
dalam prakteknya cukup dikerjakan satu ritual saja, tidak
perlu dua kali.
Tidak perlu melakukan 2 kali ritual tawaf dan tidak perlu 2
kali melakukan ritual sa'i, juga tidak perlu 2 kali melakukan
ritual bercukur. Semua cukup dilakukan satu ritual saja,
dan sudah dianggap sebagai dua pekerjaan ibadah
sekaligus, yaitu haji dan umroh.
Seperti itulah petunjuk langsung dari Rasulullah SAW lewat
hadits Aisyah radhiyallahuanha.
ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺟَﻤَﻌُﻮﺍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻃَﺎﻓُﻮﺍ ﻃَﻮَﺍﻓًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ
Mereka yang menggabungkan antara haji dan umroh
(Qiran) cukup melakukan satu kali thowaf saja. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dan haji qiran itulah yang dilakukan langsung oleh Aisyah
radhiyallahuanha. Dan Rasulullah SAW menegaskan untuk
cukup melakukan tawaf dan sa'i sekali saja untuk haji dan
umroh.
ﻳُﺠْﺰِﺉُ ﻋَﻨْﻚِ ﻃَﻮَﺍﻓُﻚِ ﺑِﺎﻟﺼَّﻔَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﻭَﺓِ ﻋَﻦْ ﺣَﺠِّﻚِ ﻭَﻋُﻤْﺮَﺗِﻚِ
Cukup bagimu satu kali tawaf dan sa'i antara Shawa dan
Marwah untuk haji dan umrohmu. (HR. Muslim)
Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah
SAW sendiri saat berhaji, juga berhaji dengan Haji Qiran.
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺮَﻥَ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﻓَﻄَﺎﻑَ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻃَﻮَﺍﻓًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW menggabungkan haji dan
umroh, lalu melakukan satu kali tawaf untuk haji dan
umroh. (HR. Tirmizy)
Namun ada juga yang berpendapat bahwa haji dalam Qiran,
semua ritual ibadah harus dikerjakan sendiri-sendiri. Yang
berpendapat seperti ini antara lain Madzhab Hanafiyah,
serta Ats-Tsauri, Al-Hasan bin Shalih, dan Abdurrahman bin
Al-Aswad.
Maka dalam pandangan mereka ritual thowaf dilakukan dua
kali, pertama tawaf untuk haji lalu selesai itu kembali lagi
mengerjakan tawaf untuk umroh. Demikian juga dengan
sa'i dan juga bercukur, keduanya masing-masing
dikerjakan dua kali dua kali, pertama untuk haji dan kedua
untuk umroh.
b. Dua Niat : Umroh dan Haji
Yang harus dilakukan hanyalah berniat untuk melakukan
dua ibadah sekaligus dalam satu ritual.
Kedua niat itu ditetapkan pada sesaat sebelum memulai
ritual berihram di posisi masuk ke miqat makani.
4. Syarat Haji Qiran
Agar Haji Qiran ini sah, maka ada syarat yang harus
dipenuhi, antara lain :
Berihrom Haji Sebelum Thawaf Umroh
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran harus berihram
untuk haji terlebih dahulu sebelumnya, sehingga ketika
melakukan tawaf untuk umroh, ihramnya adalah ihram
untuk haji dan umroh sekaligus.
Berihrom Haji Sebelum Rusaknya Umroh
Maksudnya seorang Haji Qiran yang datang ke Mekkah
dengan melakukan umrah dan berihram dengan ihram
umroh, lalu dia ingin menggabungkan ihramnya itu dengan
ihram haji, maka sebelum selesai umrohnya itu, dia harus
sudah menggabungkannya dengan haji.
Madzhab Hanafiyah menyebutkan bahwa belum selesainya
umroh adalah syarat sah buat Haji Qiran.
Madzhab Syafi’iyah menambahkan syarat bahwa ihram itu
harus dilakukan setelah masuk bulan-bulan haji, yaitu
setidaknya setelah bulan Syawwal.
c. Thowaf Umroh Dalam Bulan Haji
Maksudnya seorang yang Haji Qiran harus
menyempurnakan tawaf umrohnya hingga sempurna tujuh
putaran, yang dikerjakan di bulan-bulan haji.
d. Menjaga Umroh dan Haji dari Kerusakan
Orang yang berhaji dengan cara Qiran wajib menjaga ihram
umroh dan hajinya itu dari kerusakan, hingga sampai ke
hari-hari puncak haji.
Dia tidak boleh melepas pakaian ihramnya atau melakukan
larangan-larangan dalam berihram. Artinya, sejak tiba di
Mekkah maka dia terus menerus berihram sampai selesai
semua ritual ibadah haji.
e. Bukan Penduduk Mekkah
Dalam pandangan Madzhab Hanafiyah, Haji Qiran ini tidak
berlaku buat mereka yang menjadi penduduk Mekkah, atau
setidaknya tinggal atau menetap disana. Haji Qiran hanya
berlaku buat mereka yang tinggalnya selain di Mekkah, baik
masih warga negara Saudi Arabia atau pun warga negara
lainnya.
Sedangkan dalam pendapat Jumhur Ulama, penduduk
Mekkah boleh saja berhaji Qiran dan hukum hajinya sah.
Hanya bedanya, buat penduduk Mekkah, apabila mereka
berHaji Qiran, tidak ada kewajiban untuk menyembelih
hewan sebagai dam. Menyembelih hewan ini hanya berlaku
buat penduduk selain Mekkah yang berHaji Qiran.
Awal mula perbedaan ini adalah ayat Al-Quran yang
ditafsiri dengan berbeda oleh kedua belah pihak.
ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﺣَﺎﺿِﺮِﻱ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ
Yang demikian itu berlaku bagi orang-orang yang
keluarganya tidak berada di Masjidil Haram. (QS. Al-
Baqaroh : 96)
Jumhur ulama mengatakan bahwa kata ’dzalika’ dalam
ayat ini adalah kata tunjuk (ism isyarah), yang terkait
dengan bagian dari ayat ini juga yang mengharuskan
mereka untuk menyembelih hewan.
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣِﻨﺘُﻢْ ﻓَﻤَﻦ ﺗَﻤَﺘَّﻊَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ
ﺛَﻼﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌْﺘُﻢْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin
bersenang-senang mengerjakan 'umroh sebelum haji,
hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. (QS.
Al-Baqaroh : 196)
f. Tidak Boleh Terlewat Haji
Seorang yang berhaji dengan cara Qiran maka dia wajib
menyelesaikan ibadah hajinya hingga tuntas, tidak boleh
terlewat.

HAJI IFRAD

Dari segi bahasa, kata Ifrad adalah bentuk mashdar dari
akar kata afrada ( ﺃﻓﺮﺩ ) yang bermakna menjadikan sesuatu
itu sendirian, atau memisahkan sesuatu yang bergabung
menjadi sendiri-sendiri. Ifrad ini secara bahasa adalah
lawan dari dari Qiran yang berarti menggabungkan.
Dalam istilah ibadah haji, Ifrad berarti memisahkan antara
ritual ibadah haji dari ibadah umrah. Sehingga ibadah haji
yang dikerjakan tidak ada tercampur atau bersamaan
dengan ibadah umrah.
Bisa dikatakan, orang yang berhaji dengan cara Ifrad adalah
orang yang hanya mengerjakan ibadah haji saja tanpa
ibadah umrah.
Kalau orang yang berHaji Ifrad ini melakukan umrah, bisa
saja, tetapi setelah selesai semua rangkaian ibadah haji.
1. Tidak Perlu Denda
Haji Ifrad adalah satu-satunya bentuk berhaji yang tidak
mewajibkan denda membayar dam dalam bentuk ritual
menyembelih kambing. Berbeda dengan Haji Tamattu’ dan
Qiran, dimana keduanya mewajibkan dam.
2. Hanya Thawaf Ifadhah
Seorang yang mengerjakan Haji Ifrad hanya melakukan satu
thowaf saja, yaitu Thowaf Ifadhah. Sedangkan thowaf
lainnya yaitu Qudum dan Wada' tidak diperlukan.

HAJI TAMATTU'

Istilah Tamattu’ berasal dari al-mata' ( ﺍﻟﻤﺘﺎﻉ) yang artinya
kesenangan. Dalam Al-Quran Allah berfirman :
ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻣُﺴْﺘَﻘَﺮٌّ ﻭَﻣَﺘَﺎﻉٌ ﺇِﻟَﻰ ﺣِﻴﻦٍ
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. (QS. Al-
Baqarah : 36)
Dan kata tamattu’ artinya bersenang-senang, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran :
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣِﻨﺘُﻢْ ﻓَﻤَﻦ ﺗَﻤَﺘَّﻊَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ
ﺛَﻼﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌْﺘُﻢْ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin
bersenang-senang mengerjakan 'umroh sebelum haji,
hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak
menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. (QS.
Al-Baqarah : 196)
Dalam prakteknya, Haji Tamattu’ itu adalah berangkat ke
tanah suci di dalam bulan haji, lalu berihram dari miqat
dengan niat melakukan ibadah umroh, bukan haji, lalu
sesampai di Mekkah, menyelesaikan ihram dan berdiam di
kota Mekkah bersenang-senang, sambil menunggu
datangnya hari Arafah untuk kemudian melakukan ritual
haji.
Jadi Haji Tamattu’ itu memisahkan antara ritual umrah dan
ritual haji.

1. Perbedaan Antara Tamattu' dan Ifrad
Kemudian apa dan dimana letak perbedaan antara
Tamattu’ dan Ifrad? Bukankah Haji Ifrod itu juga
memisahkan haji dan umrah?
Sekilas antara Tamattu’ dan Ifrad memang agak sama,
yaitu sama-sama memisahkan antara ritual haji dan
umrah. Tetapi sesungguhnya keduanya amat berbeda.
Dalam Haji Tamattu’, jamaah haji melakukan
umrah dan haji, hanya urutannya
mengerjakan umrah dulu baru haji, dimana di
antara keduanya bersenang-senang karena
tidak terikat dengan aturan berihram.
Sedang Haji Ifrad, jamaah haji melakukan
ibadah haji saja, tidak mengerjakan umrah.
Selesai mengerjakan ritual haji sudah bisa
langsung pulang. Walau pun seandainya
setelah selesai semua ritual haji lalu ingin
mengisi kekosongan dengan mengerjakan
ritual umrah, boleh-boleh saja, tetapi
syaratnya asalkan setelah semua ritual haji
selesai.

2. Kenapa Disebut Tamattu’?
Karena dalam prakteknya, dibandingkan dengan Haji Qiran
dan Ifrad, Haji Tamattu’ memang ringan dikerjakan, karena
itulah diistilahkan dengan bersenang-senang .
Apanya yang senang-senang?
Ketika jamaah haji menjalani Haji Ifrad, maka sejak dia
berihram dari miqat sampai selesai semua ritual ibadah
haji, mereka tetap harus selalu dalam keadaan berihrom
(memakai pakaian ihrom)
Padahal berihrom itu ada banyak pantangannya, kita
dilarang mengerjakan semua larangan ihram. Artinya, kita
tidak boleh melakukan ini dan tidak boleh itu, jumlahnya
banyak sekali.
Dan khusus buat laki-laki, tentunya sangat tidak nyaman
dalam waktu berhari-hari bahkan bisa jadi berminggu-
minggu hanya berpakaian dua lembar handuk, tanpa
pakaian dalam. Dan lebih tersiksa lagi bila musim haji jatuh
di musim dingin yang menusuk, maka jamaah haji harus
melawan hawa dingin hanya dengan dua lembar kain
sebagai pakaian.
Mungkin bila jamaah haji tiba di tanah suci pada hari-hari
menjelang tanggal 9 Dzulhijjah, tidak akan terasa lama
bertahan dengan kondisi berihram. Tetapi seandainya
jamaah itu ikut rombongan gelombang pertama, dimana
jamaah sudah sampai di Mekkah dalam jarak satu bulan
dari hari Arafah, tentu sebuah penantian yang teramat
lama, khususnya dalam keadaan berihram.
Maka jalan keluarnya yang paling ringan adalah melakukan
Haji Tamattu’, karena selama masa menunggu itu tidak
perlu berada dalam keadaan ihram. Sejak tiba di Kota
Mekkah, begitu selesai tawaf, sa’i dan bercukur, sudah bisa
menghentikan ihram, lepas pakaian yang hanya dua lembar
handuk, boleh melakukan banyak hal termasuk melakukan
hubungan suami istri.
Meski harus menunggu sampai sebulan lamanya di kota
Mekkah, tentu tidak mengapa karena tidak dalam keadaan
ihram. Karena itulah haji ini disebut dengan Haji Tamattu’
yang artinya bersenang-senang.

3. Denda Tamattu’
Di dalam Al-Quran Allah SWT menegaskan bahwa Haji
Tamattu’ itu mewajibkan pelakunya membayar denda.
Istilah yang sering digunakan adalah membayar dam. Kata
dam ( ﺍﻟﺪﻡ) artinya darah, dalam hal ini maksudnya
membayar denda dengan cara menyembelih seekor
kambing.
Bila tidak mau atau tidak mampu, boleh diganti dengan
berpuasa 10 hari, dengan rincian 3 hari dikerjakan selama
berhaji dan 7 hari setelah pulang ke tanah air.
ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻣِﻨﺘُﻢْ ﻓَﻤَﻦ ﺗَﻤَﺘَّﻊَ ﺑِﺎﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻓَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻴْﺴَﺮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻬَﺪْﻱِ ﻓَﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻓَﺼِﻴَﺎﻡُ
ﺛَﻼﺛَﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺳَﺒْﻌَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌْﺘُﻢْ ﺗِﻠْﻚَ ﻋَﺸَﺮَﺓٌ ﻛَﺎﻣِﻠَﺔٌ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﺣَﺎﺿِﺮِﻱ
ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍْ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﺷَﺪِﻳﺪُ ﺍﻟْﻌِﻘَﺎﺏِ
Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin
mengerjakan 'umroh sebelum haji, korban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila
kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh yang sempurna.
Demikian itu bagi orang-orang yang keluarganya tidak
berada Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (QS. Al-
Baqarah : 196)

MANA YANG LEBIH UTAMA?

Setelah membahas panjang lebar tentang tiga jenis cara
berhaji, yaitu Qiran, Ifrad dan Tamattu’, maka timbul
pertanyaan sekarang, yaitu mana dari ketiganya yang lebih
afdhol dalam pandangan ulama dan mana yang lebih
utama untuk dipilih?
Ternyata ketika sampai pada pertanyaan seperti itu, para
ulama masih berbeda pendapat dan tidak kompak. Masing-
masing memilih pilihan yang menurut mereka lebih utama,
tetapi ternyata pilihan mereka berbeda-beda.
Lebih Utama Ifrad
Madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa yang lebih
utama adalah haji dengan cara Ifrad. Pendapat mereka ini
juga didukung oleh pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman
bin Al-Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar,
Jabir bin Abdillah ridwanullahialahim ajma’in. Selain itu
juga didukung oleh pendapat dari Al-Auza’i dan Abu Tsaur.
Dasarnya menurut mereka antara lain karena Haji Ifrad ini
lebih berat untuk dikerjakan, maka jadinya lebih utama.
Selain itu dalam pandangan mereka, haji yang Rasulullah
SAW kerjakan adalah Haji Ifrad.
Lebih Utama Qiran
Madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa yang lebih utama
untuk dikerjakan adalah Haji Qiran. Pendapat ini juga
didukung oleh pendapat ulama lainnya seperti Sufyan Ats-
Tsauri, Al-Muzani dari kalangan ulama Madzhab Syafi’iyah,
Ibnul Mundzir, dan juga Abu Ishaq Al-Marwadzi.
Dalil yang mendasari pendapat mereka adalah hadits
berikut ini :
ﺃَﺗَﺎﻧِﻲ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔَ ﺁﺕٍ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻲ ﻓَﻘَﺎﻝ : ﺻَﻞ ﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻮَﺍﺩِﻱ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻙِ ﻭَﻗُﻞ : ﻋُﻤْﺮَﺓٌ ﻓِﻲ ﺣَﺠَّﺔٍ
Telah diutus kepadaku utusan dari Tuhanku pada suatu
malam dan utusan itu berkata,”Shalatlah di lembah yang
diberkahi ini dan katakan,”Umrah di dalam Haji”. (HR.
Bukhari)
Hadits ini menegaskan bahwa awalnya Rasulullah SAW
berhaji dengan cara Ifrad, namun setelah turun perintah ini,
maka beliau diminta berbalik langkah, untuk menjadi Haji
Qiran.
Dan adanya perintah untuk mengubah dari Ifrad menjadi
Qiran tentu karena Qiran lebih utama, setidaknya itulah
dasar argumen para pendukung pendapat ini.
Lebih Utama Tamattu’
Madzhab Hanabilah berpendapat bahwa yang paling baik
dan paling utama untuk dikerjakan justru Haji Tamattu’.
Setelah itu baru Haji Ifrad dan terakhir adalah Haji Qiran.
Di antara para shahabat yang diriwayatkan berpendapat
bahwa Haji Tamattu’ lebih utama antara lain adalah Ibnu
Umar, Ibnu Al-Abbas, Ibnu Az-Zubair, Aisyah
ridhwanullahi’alaihim. Sedangkan dari kalangan para ulama
berikutnya antara lain Al-Hasan, ’Atha’, Thawus, Mujahid,
Jabir bin Zaid, Al-Qasim, Salim, dan Ikrimah.
Pendapat ini sesungguhnya adalah satu versi dari dua versi
pendapat Madzhab Syafi’i. Artinya, pendapat Madzhab
Syafi’i dalam hal ini terpecah, sebagian mendukung Qiran
dan sebagian mendukung Tamattu’.
Di antara dasar argumen untuk memilih Haji Tamattu’ lebih
utama antara lain karena cara ini yang paling ringan dan
memudahkan buat jamaah haji.
Maka timbul pertanyaan yang menarik, kenapa untuk
menetapkan mana yang lebih afdhal saja, para ulama
masih berbeda pendapat? Apakah tidak ada dalil yang
qath’i atau tegas tentang hal ini?
Jawabannya memang perbedaan pendapat itu dipicu oleh
karena tidak ada nash yang secara langsung menyebutkan
tentang mana yang lebih utama, baik dalil Quran mau pun
dalil Sunnah. Sehingga tetap saja menyisakan ruang untuk
berbeda pendapat.
Dan hal itu diperparah lagi dengan kenyataan bahwa tidak
ada hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa
Rasulullah SAW berhaji dengan Ifrad, Qiran atau Tamattu’.
Kalau pun ada yang bilang bahwa beliau SAW berhaji Ifrad,
Qiran atau Tamattu’, sebenarnya bukan berdasarkan teks
hadits itu sendiri, melainkan merupakan kesimpulan yang
datang dari versi penafsiran masing-masing ulama saja.
Dan tentu saja semua kesimpulan itu masih bisa
diperdebatkan.
Walhasil, buat kita yang awam, sebenarnya tidak perlu ikut-
ikutan perdebatan yang nyaris tidak ada manfaatnya ini,
apalagi kalau diiringi dengan sikap yang kurang baik,
seperti merendahkan, mencemooh, menghina bahkan saling
meledek dengan dasar yang masih merupakan perbedaan
pendapat di kalangan ulama.
Sikap yang paling elegan adalah menerima kenyataan
bahwa semuanya bisa saja menjadi lebih afdhal bagi
masing-masing orang dengan masing-masing keadaan dan
kondisi yang boleh jadi tiap orang pasti punya perbedaan.
Sikap saling menghormati dan saling menghagai justru
menjadi ciri khas para ulama, meski mereka saling berbeda
pandangan. Kalau sesama para ulama masih bisa saling
menghargai, kenapa kita yang bukan ulama malah merasa
paling pintar untuk sebuah masalah yang memang halal
dan diperbolehkan bagi kita berbeda pendapat di dalamnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar